Romantika perjalanan hidup berumah tangga memang penuh warna. Kadang ada suka, kadang ada duka. Suatu ketika hadir rasa senang, di saat lain datang pula rasa sedih. Ada saatnya suasana penuh keharmonisan dan romantisme memayungi kehidupan rumah tangga, tidak jarang pula terjadi perselisihan dan ketidaksepahaman yang kemudian menuai konflik.
Rentetan perjalanan hidup berumah tangga yang penuh nuansa ini menghampiri setiap pasangan suami istri, tak terkecuali kehidupan rumah tangga kami (saya dan istri), yang masih tergolong baru.
Saat ini, usia pernikahan kami baru berjalan enam bulan. Sebagian orang mengatakan bahwa usia pernikahan yang masih dalam hitungan bulan, merupakan masa-masa yang penuh dengan keindahan dan kemesraan, atau sering disebut masa-masa honey moon (baca: bulan madu). Sebagian lainnya mengungkapkan, bahwa masa-masa tersebut merupakan fase adaptasi atau penyesuaian diri masing-masing pribadi, yang jika tidak dimenej dengan baik, akan memicu perselisihan dan konflik.
Bagi saya pribadi, sebuah ikatan pernikahan, berapa pun usia pernikahan itu, apakah dalam hitungan bulan atau tahun, bisa selalu menjadi masa-masa honey moon atau bulan madu, yang diwarnai keharmonisan dan kemesraan, atau sebaliknya, senantiasa menjadi masa-masa tidak menyenangkan yang penuh dengan pertengkaran dan konflik.
Kehidupan berumah tangga dalam sebuah ikatan pernikahan akan selalu menjadi masa-masa ‘bulan madu’, berapa pun usia pernikahan tersebut, ketika masing-masing pihak bertanggung jawab atas kewajibannya serta memahami hak pasangannya. Prinsip ini pula, yang saya dan istri berusaha untuk menjaga serta menjalankannya sejak awal pernikahan kami.
Di sisi lain, kehidupan rumah tangga dalam sebuah ikatan pernikahan akan selalu menjadi ‘neraka’, berapa pun usia pernikahan tersebut, ketika masing-masing pihak mengabaikan kewajibannya serta tidak mengindahkan hak pasangannya. Di samping itu, mengedepankan ego, tidak memedulikan perasaan masing-masing serta tertutupnya kran komunikasi adalah pemicu lahirnya perselisihan yang tidak jarang berujung pada pertengkaran, dan lebih tragis lagi berakhir dengan perceraian.
Tidak dapat dipungkiri, dalam sebuah hubungan tidak selamanya berjalan mulus, selalu ada ‘ruang konflik’. Tak terkecuali dalam hubungan sepasang suami istri, yang nota bene mempunyai latar belakang yang berbeda satu sama lain. Ketika hal itu terjadi, maka sikap pengertian dan saling komunikasi merupakan solusi yang cukup efektif bagi setiap pasangan.
Sebagai seorang suami, ketika terjadi perselisihan atau bahkan konflik dalam rumah tangga, saya mengambil inisiatif untuk segera mencari solusi terbaiknya. Biasanya, kami akan bicara dari hati ke hati, mengungkapkan perasaan yang menjadi ganjalan. Setelah itu, kami mencari solusi yang bisa menjembatani maksud serta keinginan kami berdua. Dengan demikian, perselisihan pun akan segera berakhir.
Kedua kenyataan bertolak belakang yang saya sebutkan di atas, merupakan kondisi riil yang hadir dalam setiap kehidupan berumah tangga, dan bisa terjadi pada setiap pasangan, baik yang masih baru mengarungi bahtera rumah tangga, maupun yang sudah bertahun-tahun menjalaninya.
Belajar dari kenyataan di atas, maka di usia pernikahan kami yang masih sangat dini ini, kami berusaha untuk tetap menjaga komitmen serta prinsip yang telah kami sepakati bersama, yakni bertanggung jawab atas kewajiban serta menghormati hak masing-masing, disertai sikap pengertian dan saling komunikasi.
Dengan demikian, mudah-mudahan ikatan suci pernikahan yang belum lama kami rajut, senantiasa terjalin erat di bawah naungan ridlo Ilahi, sampai ajal memisahkan kami. Amiin…